![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpbU5yzJzU2QIMmEx3mAT6rzrh7YtG0f1NUzkms9Dsrhqds-VjaLqzd1suO5iC2lhQ7jkIobCF7SVaRjTovhP2s1Wcezz6MgKbzUPEqoWqKisjWePe_oxdJfp3aZrTOXVtg9GR3bvijf4/s200/pasar+gede+solo+old.jpg)
Seiiring berjalannya waktu, Pasar Candi berubah menjadi Pasar Oprokan yang digambarkan berupa payung-payung peneduh untuk kegiatan pasar. Masa Pasar Oprokan lewat, berubah menjadi Pasar Lama berbentuk bangunan permanen yang berlangsung pada era Kasunanan. Saat Paku Buwono X naik tahta muncul keinginan untuk merombak pasar lama menjadi pasar yang lebih bagus.
Rancangan pasar itu kemudian dikerjakan oleh arsitek ternama, Herman Thomas Karsten, dengan mengaplikasikan budaya tradisional Jawa dengan budaya Eropa. Awal berdirinya Pasar Gede merupakan tonggak sejarah pembauran antara etnis Tionghoa dengan etnis Jawa.
CIRI KHAS BANGUNAN PASAR GEDE
Bergaya arsitektur tradisional Jawa – Eropa (Kolonial Belanda)
Budaya Jawa terlihat dari penutup atap berbentuk joglo dan limasan berbahan sirap serta canopy lebar. Budaya kolonial terlihat dari bentuk dinding berukuran tebal dan kolom-kolom yang tegas. Selain itu, tulisan Pasar Gede yang terpampang di pintu masuk bergaya Art Nouveau.
Simbol pembauran
Lokasi Pasar Gede berada di dekat China Town dan sebuah Klenteng Vihara Avalokitesvara Tien Kok Sie. Dahulu kala, Pasar Gede menjadi mediator perdagangan bagi masyarakat Belanda – Tionghoa – Pribumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar